semua tentang indonesia dan jepang

2017年12月27日水曜日

HUKUM PROPERTI ; TINJAUAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN UNTUK WNA










BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak berimbang dengan jumlah kebutuhan dari orang yang memerlukan rumah tempat tinggal. Kebutuhan akan rumah tempat tinggal tidak hanya bagi Warga Negara Indonesia tetapi juga bagi Warga Negara Asing yang berada di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tentang bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi ,yakni hak atas tanah untuk perumahan, termasuk di dalamnya tata cara dan syarat-syarat pemberian hak atas tanah bagi orang asing atau badan hukum asing.  Bangunan atau konstruksi apapun, termasuk yang berfungsi sebagai tempat tinggal, baik itu rumah tinggal atau apartemen (dalam hukum positif kita didefinisikan sebagai satuan rumah susun) tidak dapat dilepaskan dari tanah dimana bangunan atau konstruksi tersebut dibangun. Penggunaan Rumah sebagai tempat kegiatan usaha adalah tempat segala kegiatan administrasi dan operasional dari suatu badan usaha berjalan secara aktif. Agar tertib hukum maka diperlukan perangkat hukum yang mengaturnya guna menghindari penggunaan rumah yang tidak sesuai dengan izin peruntukannya, pembatasan kepemilikan rumah tempat tinggal, perbuatan hukum berupa jual beli, hibah, warisan, pembebanan jaminan hutang atas rumah tempat tinggal oleh pihak pemilik tanah dan atau atas rumah diatasnya kepada pihak lain, terutama apabila berkenaan dengan kepemilikan atau peralihan hak dari dan untuk warga negara asing atau badan hukum asing di Indonesia. Kebijakan mengenai orang-orang asing dan badan hukum asing di bidang pertanahan yang berlaku saat ini adalah :
1)      Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.
2)      Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA).
3)      Undang-undang No 1 Tahun 2011 (UU Perumahan dan Kawasan Permukiman).
4)      Undang-undang No. 20 Tahun 2011 (UU Rumah Susun).
5)      Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1999.
6)      Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas Tanah.
7)      Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tampat Tinggal atau Tempat Hunian Bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.


1.2. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah hak-hak apa saja yang dimiliki seorang WNA terhadap Rumah Susun yang ada di Indonesia menurut Pasal 42 UUPA?








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rumah Susun
            Dalam UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun memberikan pengertian, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum disebut Satuan Rumah Susun (SRS). Sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan merupakan tanah bersama. Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah disebut satuan rumah susun (SRS). SRS harus mempuyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui SRS yang lain. Sedangkan hak milik SRS disebut dengan hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS), yang bersifat perorangan dan terpisah.Selain pemilikan atas SRS tertentu, HMSRS yang meliputi juga hak pemilikan apa yang di atas disebut tadi bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama. Semua merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan pemilikan SRS yang bersangkutan.
            Bagian bersama adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik SRS dan diperuntukan pemakaian bersama, seperti lift, tangga, lorong, pondasi, atap bangunan dan lain-lain. Tanah bersama adalah sebidang tanah tertentu di atas mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan luasnya. Tanah ini seperti halnya bagian bersama, juga merupakan hak bersama semua pemilik SRS dalam bangunan Rumah susun yang bersangkutan. Benda bersama adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang bukan merupakan bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi berada diatas tanah bersama dan diperuntukkan untuk pemakaian bersama. Seperti tempat ibadah, lapangan parkir, pertamanan dan sebagainya.
           
            Hak atas bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama masing-masing didasarkan atas luas atau nilai SRS yang bersangkutan, pada waktu diperoleh pemiliknya untuk pertama kali, yaitu yang disebut nilai perbandingan proposional. Selain itu sertifikat HMSRS merupakan alat bukti pemilikan SRS, sekaligus juga alat bukti pemilikan hak bersama atas tanah bersama, bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan sebesar nilai perbandingan proposional.

2.2. Masalah Hukum dan Pengaturannya
            Masalah hukum yang sering timbul dalam hal rumah susun adalah, apabila pemilik SRS ingin menggunakan sebagian bagian dari gedung atau bangunan rumah susun tersebut. Oleh itu perlu terdapat hukum yang mengatur tentang hal ini dan rumah susun itu sendiri, sebelum adanya UU Rumah susun terdapat beberapa peraturan menteri dalam negeri yaitu PMDN no. 14 tahun 1975 tentang pendaftaran atas tanah kepunyaan bersama dan pemilkan bagian-bagian bangunan yang ada di tasanya serta penerbitan sertifikatnya. PMDN No. 4 Tahun 1977 tentang penyelenggaraan tat usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian yang ada di atasnya. PMDN No. 10 Tahun 1983 tentang tata cara permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bangunan bertingkat.

2.3. Sistem Pembangunan Rumah Susun
            Pembangunan rumah susun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan antara lain kepastian hukum dalam penguasaan dan keamanan dalam pemanfaatannya. Pembangunan Rumah Susun diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha milik daerah, Koperasi, badan usaha milik swasta yang bergerak di bidang pembangunan perumahan dan swadaya masyarakat.
            Penyelenggaran Pembangunan Rumah Susun (PPRS) harus memenuhi syarat sebagai subyek hak atas tanah, di mana rumah susun yang bersangkutan dibangun. Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh Negara serta hak pengelolaan. Lokasi tanah tempat pembangunan ditunjuk oleh kepala kantor pertanahan kotamadya/Kabupaten, berdasarkan Rencana Umum/Detail tata Ruang Daerah tingkat II yang bersangkutan.
PPRS dalam mendirikan rumah susun wajib mempunyai izin medirikan bangunan (IMB) dari pemerintah tingkat II yang bersangkutan, untuk memiliki IMB wajib menyerahkan :
1.      Sertifikat hak atas tanah dari tanah di atas mana akan dibangun bangunan gedung atas nama PPRS.
2.      Rencana Tapak, yaitu rencana tata letak bangunan yang akan dibangun.
3.      Gambar rencana arsitektur, yang memuat denah dan potongan serta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan vertical dan horizontal dari tiap SRS serat lokasianya.
4.      Gambar rencana struktur dan perhitungannya.
5.      gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas begian-bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama.
6.      gambar rencana Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air limbah dan lain-lain.

2.4 Hak dan Kewajiban Pemilik SRS
            Hak pemilik SRS adakah sebagai berikut :
1.      Pemilik SRS berhak menghuni SRS yang dimilkinya serta menggunakan bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama sesuai dengan peruntukannya.
2.      Ia juga berhak menyewakan SRS yang dimilkinya kepada pihak lain, asal tidak melebihi jangka waktu berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan.
3.      HMSRS dapat beralih karena Pewarisan.
4.      Juga dapat dipindahkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat.

            Adapun kewajiban pemilik SRS sebagai berikut :
1.      Para pemilik SRS atau penghuninya berkewajiban membentuk apa yang disebut Perhimpunan penghuni. Perhimpunan Penghuni merupakan badan hukum, yang bertugas mengurus kepentingan bersama para pemilik SRS dan penghuninya. Perhimpunan Penghuni tersebut dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pengelola, yang bertugas melaksanakan pemeliharaan dan pengopersian peralatan yang merupakan milik bersama.
2.      Pembiayaan kegiatan perhimpunan penghuni dan badan pengelola ditanggung bersama oleh pemilik SRS dan para penghuni, masing-masing sebesar imbangan menurut nilai perbandingan proposionalnya.
3.      Jika jangka waktu hak atas tanah bersama berakhir, para pemilik SRS berkewajiban untuk bersama-sama mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas bangunan yang bersangkutan.

2.5. Persyaratan tentang kepemilikan / Penghunian Rumah Susun
            Pemilik rumah susun dan satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanahnya, maka rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai, satuan-satuan rumah susunnya dapat dimiliki oleh selain perseorangan dan badan hukum Indonesia, juga dapat dimiliki oleh orang asing. Orang asing hanya dapat memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai. Orang asing ini dari segi kehadirannya di Indonesia dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: 1.) Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia) dibuktikan dengan izin tinggal tetap; 2.) Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia, dibuktikan dengan izin kunjungan atau izin keimigrasian. Alternatif pemecahan permasalahan (solusi) bagi WNA untuk dapat Menguasai Satuan Rumah Susun dalam prakteknya adalah :
a)      Sewa Menyewa
            Konsep sewa menyewa jangka panjang (long term lease) yang dipraktekkan oleh beberapa pemilik satuan rumah susun (pengembang) dan pada dasarnya konsep ini juga tidak mengalihkan kepemilikan. Diatur dalam Pasal 52 Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan  Kawasan Permukiman Pemukiman.
b)  Sewa menyewa dengan kemungkinan konversi menjadi jual beli (Convertible Lease)
            Konsep dasar dari transaksi ini adalah sepenuhnya berpedoman kepada Perjanjian Sewa Menyewa biasa, namun dengan beberapa kondisi antara lain :
1.      Harga sewa diperhitungkan sebagai cicilan harga pembelian apabila konversi sewa menjadi konsep pemilikan dimungkinkan dikemudian hari
2.      Penyewa diberikan hak yang penuh untuk menghuni apartemen termasuk pengurusan penghunian
3.      Mengalihkan hak sewa/sub lease kepada pihak ketiga dan lain sebagainya.
c)  Nominee / Trustee Arrangement
            Konsep Trustee/Nominee arrangement mekanismenya diatur bahwa pemilik SRS (diluar tanah Hak Pakai), adalah tetap seorang WNI atau badan hukum Indonesia.  Bagaimana si WNI atau badan hukum menjadi pemilik, maka hal inilah yang kita coba tarik kepada konsep nominee/trustee. Biasanya terjadi hubungan peminjaman uang oleh pihak WNA kepada Pihak Indonesia, dimana pembiayaan yang diterima oleh pihak Indonesia dari pihak asing semata-mata akan digunakan olehnya untuk membeli SRS.
            Sebagai jaminan hutang tersebut, maka pihak Indonesia akan menjaminkan hak milik SRS tersebut (misalnya dengan Hak Tanggungan) untuk kepentingan pihak asing.  Dan selanjutnya si pihak asing berdasarkan misalnya kuasa untuk menghuni SRS tersebut dan melakukan tindakan hukum lain atas unit SRS tersebut.  Dapat juga atas dasar sewa menyewa dengan pembayaran yang sangat minim yang seolah-olah merupakan “ongkos pakai nama” pihak WNI.
            Konsep ini sebenarnya dapat dikatakan, tidak bertentangan dengan hukum perjanjian secara umum, karena tidak ada unsur pemindahan hak milik dari WNI kepada WNA secara langsung.  Transaksi antara kreditur asing dengan debitur nasional dengan jaminan hak tanggungan adalah suatu transaksi didunia bisnis.  Tanah yang merupakan aset dari debitur nasional dapat dijaminkan dengan hak tanggungan kepada kreditur asing.
            Namun demikian, terdapat unsur yang mungkin dapat diperdebatkan yaitu adalah tentang maksud dan tujuan dari pembiayaan pihak asing erhadap pihak indonesia yang sebenarnya adalah upaya untuk menghindar dari larangan ketentuan UUPA pasal 26 ayat (2) (ada unsur pengalihan secara tidak langsung).Singkatnya dapat dikategorikan sebagai suatu penyelundupan hukum dan kalau sampai masalah ini menjadi sengketa di kemudian hari, kecil kemungkinan si WNA akan diberikan perlindungan hukum. 
            Dalam Pasal 1 PP No. 41/1996 ditentukan persyaratan yang wajib dipenuhi bagi pemilikan rumah oleh orang asing, yaitu :
1.      Menurut ketentuan ayat (1) :
a)      Orang asing yang bersangkutan harus berkedudukan di Indonesia;
b)      Rumah yang dimiliki itu adalah untuk tempat tinggal atau hunian;
c)      Keberadaan rumah tersebut di atas tanah yang bersangkutan harus dilandasi hak atas tanah tertentu, yang sebagaimana telah kita ketahui dapat berupa Hak Pakai atau Hak Sewa untuk Bangunan.
2. Menurut Ketentuan ayat (2)
            Kehadiran orang asing yang bersangkutan di Indonesia harus memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa salah satu masalah “yang memerlukan kejelasan dalam kaitannya dengan kemungkinan pemilikan rumah hunian oleh orang asing di Indonesia” adalah “yang berkenaan dengan arahan bahwa orang asing tersebut harus berkedudukan di Indonesia”.  Dinyatakan selanjutnya bahwa arahan tersebut “dewasa ini dan untuk masa-masa yang akan datang perlu diperjelas dan dijabarkan lebih lanjut secara yang bijaksana”. Dalam penjelasan umum dinyatakan bahwa pengertian “berkedudukan” itu “tidak perlu harus diartikan sama dengan tempat kediaman atau domisili”.


            Permenag No. 7/1996 menyatakan bahwa :
(1)   Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.
(2)   Orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang asing yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.

            Surat Edaran Menteri Negara Agraria/KaBPN tertanggal 8 Oktober 1996 Nomor 110-2871 hal.2 butir 2, menjelaskan sebagai berikut :

ü  Mengenai orang asing yang dapat mempunyai rumah di Indonesia

            Orang asing yang dapat memiliki rumah di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan investasinya untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.

ü  Orang asing ini dari segi kehadirannya
            Di Indonesia dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a)      Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia), dan
b)      Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia           secara menetap melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia.
           
            Perbedaan dalam 2 golongan tersebut berhubung dengan dokumen yang harus ditunjukannya pada waktu melakukan perbuatan hukum memperoleh rumah, sebagai berikut :
a)      Bagi orang asing penetap : Izin Tinggal Tetap.
b)      Bagi orang asing lainnya : Izin Kunjungan atau Izin           Keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang asing yang bersangkutan.

            Rumah tempat tinggal atau tempat hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing menurut Pasal 2 PP No. 41 Thn. 1996 adalah :
a.       Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:
1)      Hak Pakai atas Tanah Negara.
2)      Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah
b.      Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara.

            Penjelasan Pasal 39 huruf e PP No. 40/1996 : “Orang asing yang dianggap berkedudukan di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional”.Cara memperoleh rumah tersebut sbb :
a.       Membeli hak pakai atas tanah negara atau hak pakai atas tanah hak milik dari pemegang hak pakai ybs beserta rumah yang ada di atasnya, atau membeli hak pakai atas tanah negara atau atas tanah hak milik dan kemudian membangun rumah di atasnya
b.      Orang asing dapat pula memperoleh hak pakai atas tanah hak milik atau hak sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang hak milik
c.       Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli hak milik atas satuan rumah susun yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara.

Pembatasan pemilikan rumah/satuan rumah susun oleh orang asing :
a.       Rumah/satuan rumah susun harus dihuni sendiri
b.      Harus dihuni selama sekurang-kurangnya 30 hari kumulatif dalam satu tahun kalender
c.       Rumah dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian antara orang asing sebagai pemilik rumah dengan perusahaan tersebut.













                                                                       BAB III
KESIMPULAN

            Ada batasan-batasan bagi orang asing untuk dapat memiliki hunian tempat tinggal terutama hunian rumah susun. Rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah Negara dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan seperti yang diatur dalam pasal 17  Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS). Hal kepemilikan satuan rumah susun yang diatur dalam pasal 46 UURS, menyebutkan bahwa Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
            Hal ini menyebutkan bahwa satuan rumah susun dapat dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Maksud dari hak atas tanah adalah hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan sebagainya. Hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh orang asing dan/atau badan hukum asing adalah hak pakai.
            Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA, hak pakai adalah: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini (UUPA). Jangka waktu Hak Pakai atas tanah negara adalah dua puluh lima (25) tahun, dan dapat diperpanjang lagi dua puluh lima (25) tahun atau diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang ditentukan dalam pasal tersebut di atas. Jangka waktu Hak Pakai diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dasar hukum pengaturan kepemilikan satuan rumah susun oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Atau Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
            Dalam Pasal 1 PP No. 41 Tahun 1996 diatur bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia yang dapat memiliki sebuah hunian adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Orang asing dan/atau badan hukum asing yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia hanya dapat memiliki satuan rumah susun di Indonesia yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara, seperti yang diatur dalam Pasal 2 butir (2) PP No. 41 Tahun 1996. Orang asing dan/atau badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan status hak pakai atas tanah Negara dengan syarat dan jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Selain persyaratan tersebut, terdapat satu persyaratan lagi yang diatur oleh peraturan turunan PP No. 41/1996, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (“Peraturan MNA/BPN 7/1996”). Pasal 2 ayat (2) Peraturan MNA/BPN 7/1996 berbunyi: “Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang asing dengan hak atas tanah adalah rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.”
            Kriteria rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS) menurut Pasal 1 huruf d Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 15 Tahun 1997 antara lain:
     a)    harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari pada Rp 30.000.000,00 (tiga puluh         juta rupiah),
     b)    luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2, di daerah perkotaan dan tidak lebih daripada        400 M2, untuk di luar daerah perkotaan.

            Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa WNA dapat memiliki hak atas satuan rumah susun (HMSRS) hanya apabila tanah tempat bangunan rumah susun itu berdiri berstatus sebagai hak pakai atas tanah negara sebagaimana yang diatur dalam PP 41/1996. Syarat lain yang juga perlu diperhatikan oleh WNA sebelum memiliki HMSRS adalah bahwa kriteria satuan rumah susun yang dapat dibeli WNA adalah tidak termasuk klasifikasi yang terdapat dalam Peraturan MNA/BPN 7/1996 seperti yang telah duraikan di atas.






DAFTAR PUSTAKA

  Undang-undang

o   Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA).
o   Undang-undang No 1 Tahun 2011 (UU Perumahan dan Kawasan Permukiman).
o   Undang-undang No. 20 Tahun 2011 (UU Rumah Susun).
o   Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1999.
o   Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas Tanah.
o   Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tampat Tinggal atau Tempat Hunian Bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

 Buku
o   Kallo, Erwin, Panduan Hukum untuk pemilik / Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen dan Rusunami), Minerva Athena Pressindo, Jakarta, Tahun 2009.
o   Sumardjono, Maria S.W, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah beserta Bangunan Bagi WNA dan Badan Hukum Asing, Kompas Media Nusantara, Jakarta, Tahun 2007.




0 件のコメント:

コメントを投稿

サッカー

About Us

Lacak resi JNE di sini
Lacak resi TIKI di sini:
Lacak resi POS Indonesia:

Recent



サダコ

サダコ
Bagi yang penasaran sama cerita sadako bisa klik gambar

Tsunami Jepang