BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan rumah tempat tinggal atau
hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat
jumlah perumahan yang tersedia tidak berimbang dengan jumlah kebutuhan dari
orang yang memerlukan rumah tempat tinggal. Kebutuhan akan rumah tempat tinggal
tidak hanya bagi Warga Negara Indonesia tetapi juga bagi Warga Negara Asing
yang berada di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tentang
bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi ,yakni hak atas tanah untuk perumahan,
termasuk di dalamnya tata cara dan syarat-syarat pemberian hak atas tanah bagi
orang asing atau badan hukum asing.
Bangunan atau konstruksi apapun, termasuk yang berfungsi sebagai tempat
tinggal, baik itu rumah tinggal atau apartemen (dalam hukum positif kita
didefinisikan sebagai satuan rumah susun) tidak dapat dilepaskan dari tanah
dimana bangunan atau konstruksi tersebut dibangun. Penggunaan Rumah sebagai
tempat kegiatan usaha adalah tempat segala kegiatan administrasi dan
operasional dari suatu badan usaha berjalan secara aktif. Agar tertib hukum
maka diperlukan perangkat hukum yang mengaturnya guna menghindari penggunaan
rumah yang tidak sesuai dengan izin peruntukannya, pembatasan kepemilikan rumah
tempat tinggal, perbuatan hukum berupa jual beli, hibah, warisan, pembebanan
jaminan hutang atas rumah tempat tinggal oleh pihak pemilik tanah dan atau atas
rumah diatasnya kepada pihak lain, terutama apabila berkenaan dengan
kepemilikan atau peralihan hak dari dan untuk warga negara asing atau badan
hukum asing di Indonesia. Kebijakan
mengenai orang-orang asing dan badan hukum asing di bidang pertanahan yang
berlaku saat ini adalah :
1)
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.
2)
Undang-undang No. 5
Tahun 1960 (UUPA).
3)
Undang-undang No 1
Tahun 2011 (UU Perumahan dan Kawasan Permukiman).
4)
Undang-undang No. 20
Tahun 2011 (UU Rumah Susun).
5)
Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1999.
6)
Peraturan Pemerintah
No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas
Tanah.
7)
Peraturan Pemerintah
No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tampat Tinggal atau Tempat Hunian
Bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini adalah hak-hak apa saja yang dimiliki seorang WNA terhadap Rumah Susun yang
ada di Indonesia menurut Pasal 42 UUPA?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Rumah Susun
Dalam UU No. 20 tahun 2011 tentang
Rumah Susun memberikan pengertian, rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Unit rumah susun yang
tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat
hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum disebut Satuan Rumah Susun
(SRS). Sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas
dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan
ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan merupakan tanah
bersama. Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah
disebut satuan rumah susun (SRS). SRS harus mempuyai sarana penghubung ke jalan
umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui SRS yang lain. Sedangkan hak
milik SRS disebut dengan hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS), yang
bersifat perorangan dan terpisah.Selain pemilikan atas SRS tertentu, HMSRS yang
meliputi juga hak pemilikan apa yang di atas disebut tadi bagian bersama, tanah
bersama dan benda bersama. Semua merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan dengan pemilikan SRS yang bersangkutan.
Bagian bersama adalah bagian-bagian
dari rumah susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik
SRS dan diperuntukan pemakaian bersama, seperti lift, tangga, lorong, pondasi,
atap bangunan dan lain-lain. Tanah bersama adalah sebidang tanah tertentu di
atas mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti
status hak, batas-batas dan luasnya. Tanah ini seperti halnya bagian bersama,
juga merupakan hak bersama semua pemilik SRS dalam bangunan Rumah susun yang
bersangkutan. Benda bersama adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang bukan
merupakan bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi
berada diatas tanah bersama dan diperuntukkan untuk pemakaian bersama. Seperti
tempat ibadah, lapangan parkir, pertamanan dan sebagainya.
Hak atas bagian bersama, tanah
bersama dan benda bersama masing-masing didasarkan atas luas atau nilai SRS
yang bersangkutan, pada waktu diperoleh pemiliknya untuk pertama kali, yaitu
yang disebut nilai perbandingan proposional. Selain itu sertifikat HMSRS
merupakan alat bukti pemilikan SRS, sekaligus juga alat bukti pemilikan hak
bersama atas tanah bersama, bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan
sebesar nilai perbandingan proposional.
2.2. Masalah Hukum dan Pengaturannya
Masalah hukum yang sering timbul
dalam hal rumah susun adalah, apabila pemilik SRS ingin menggunakan sebagian
bagian dari gedung atau bangunan rumah susun tersebut. Oleh itu perlu terdapat
hukum yang mengatur tentang hal ini dan rumah susun itu sendiri, sebelum adanya
UU Rumah susun terdapat beberapa peraturan menteri dalam negeri yaitu PMDN no.
14 tahun 1975 tentang pendaftaran atas tanah kepunyaan bersama dan pemilkan
bagian-bagian bangunan yang ada di tasanya serta penerbitan sertifikatnya. PMDN
No. 4 Tahun 1977 tentang penyelenggaraan tat usaha pendaftaran tanah mengenai
hak atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian yang ada di
atasnya. PMDN No. 10 Tahun 1983 tentang tata cara permohonan dan pemberian izin
penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan
pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bangunan bertingkat.
2.3. Sistem Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan
antara lain kepastian hukum dalam penguasaan dan keamanan dalam pemanfaatannya.
Pembangunan Rumah Susun diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
badan usaha milik daerah, Koperasi, badan usaha milik swasta yang bergerak di
bidang pembangunan perumahan dan swadaya masyarakat.
Penyelenggaran Pembangunan Rumah Susun
(PPRS) harus memenuhi syarat sebagai subyek hak atas tanah, di mana rumah susun
yang bersangkutan dibangun. Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak
Milik, Hak Guna Bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh Negara serta hak
pengelolaan. Lokasi tanah tempat pembangunan ditunjuk oleh kepala kantor
pertanahan kotamadya/Kabupaten, berdasarkan Rencana Umum/Detail tata Ruang
Daerah tingkat II yang bersangkutan.
PPRS dalam mendirikan rumah susun wajib mempunyai izin
medirikan bangunan (IMB) dari pemerintah tingkat II yang bersangkutan, untuk
memiliki IMB wajib menyerahkan :
1.
Sertifikat hak atas tanah dari tanah di atas mana akan dibangun bangunan gedung
atas nama PPRS.
2.
Rencana Tapak, yaitu rencana tata letak bangunan yang akan dibangun.
3.
Gambar rencana arsitektur, yang memuat denah dan potongan serta pertelaannya
yang menunjukkan dengan jelas batasan vertical dan horizontal dari tiap SRS
serat lokasianya.
4.
Gambar rencana struktur dan perhitungannya.
5.
gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas begian-bagian bersama, tanah
bersama dan benda bersama.
6.
gambar rencana Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran
pembuangan air limbah dan lain-lain.
2.4 Hak dan Kewajiban Pemilik SRS
Hak pemilik SRS adakah sebagai
berikut :
1.
Pemilik SRS berhak menghuni SRS yang dimilkinya serta menggunakan bagian
bersama, tanah bersama dan benda bersama sesuai dengan peruntukannya.
2. Ia
juga berhak menyewakan SRS yang dimilkinya kepada pihak lain, asal tidak
melebihi jangka waktu berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan.
3.
HMSRS dapat beralih karena Pewarisan.
4.
Juga dapat dipindahkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat.
Adapun kewajiban pemilik SRS sebagai
berikut :
1.
Para pemilik SRS atau penghuninya berkewajiban membentuk apa yang disebut
Perhimpunan penghuni. Perhimpunan Penghuni merupakan badan hukum, yang bertugas
mengurus kepentingan bersama para pemilik SRS dan penghuninya. Perhimpunan
Penghuni tersebut dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pengelola, yang
bertugas melaksanakan pemeliharaan dan pengopersian peralatan yang merupakan
milik bersama.
2.
Pembiayaan kegiatan perhimpunan penghuni dan badan pengelola ditanggung bersama
oleh pemilik SRS dan para penghuni, masing-masing sebesar imbangan menurut
nilai perbandingan proposionalnya.
3.
Jika jangka waktu hak atas tanah bersama berakhir, para pemilik SRS
berkewajiban untuk bersama-sama mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
atau pembaharuan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas bangunan yang
bersangkutan.
2.5. Persyaratan tentang kepemilikan
/ Penghunian Rumah Susun
Pemilik rumah susun dan satuan rumah susun harus memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanahnya, maka rumah susun yang dibangun di atas
tanah Hak Pakai, satuan-satuan rumah susunnya dapat dimiliki oleh selain
perseorangan dan badan hukum Indonesia, juga dapat dimiliki oleh orang asing.
Orang asing hanya dapat memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah
Hak Pakai. Orang asing ini dari segi
kehadirannya di Indonesia dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: 1.) Orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia)
dibuktikan dengan izin tinggal tetap; 2.)
Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan
hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia, dibuktikan dengan izin kunjungan atau
izin keimigrasian. Alternatif pemecahan permasalahan (solusi) bagi WNA
untuk dapat Menguasai Satuan Rumah Susun dalam prakteknya adalah :
a)
Sewa Menyewa
Konsep
sewa menyewa jangka panjang (long term lease) yang dipraktekkan oleh
beberapa pemilik satuan rumah susun (pengembang) dan pada dasarnya konsep ini
juga tidak mengalihkan kepemilikan. Diatur dalam Pasal 52 Undang-undang No. 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman Pemukiman.
b)
Sewa menyewa dengan kemungkinan konversi menjadi jual beli
(Convertible Lease)
Konsep
dasar dari transaksi ini adalah sepenuhnya berpedoman kepada Perjanjian Sewa
Menyewa biasa, namun dengan beberapa kondisi antara lain :
1. Harga sewa
diperhitungkan sebagai cicilan harga pembelian apabila konversi sewa menjadi
konsep pemilikan dimungkinkan dikemudian hari
2. Penyewa diberikan
hak yang penuh untuk menghuni apartemen termasuk pengurusan penghunian
3. Mengalihkan hak
sewa/sub lease kepada pihak ketiga dan lain sebagainya.
c) Nominee / Trustee
Arrangement
Konsep
Trustee/Nominee arrangement mekanismenya diatur bahwa pemilik SRS (diluar tanah
Hak Pakai), adalah tetap seorang WNI atau badan hukum Indonesia. Bagaimana si WNI atau badan hukum menjadi
pemilik, maka hal inilah yang kita coba tarik kepada konsep nominee/trustee.
Biasanya terjadi hubungan peminjaman uang oleh pihak WNA kepada Pihak
Indonesia, dimana pembiayaan yang diterima oleh pihak Indonesia dari pihak
asing semata-mata akan digunakan olehnya untuk membeli SRS.
Sebagai
jaminan hutang tersebut, maka pihak Indonesia akan menjaminkan hak milik SRS
tersebut (misalnya dengan Hak Tanggungan) untuk kepentingan pihak asing. Dan selanjutnya si pihak asing berdasarkan
misalnya kuasa untuk menghuni SRS tersebut dan melakukan tindakan hukum lain
atas unit SRS tersebut. Dapat juga atas
dasar sewa menyewa dengan pembayaran yang sangat minim yang seolah-olah
merupakan “ongkos pakai nama” pihak WNI.
Konsep
ini sebenarnya dapat dikatakan, tidak bertentangan dengan hukum perjanjian
secara umum, karena tidak ada unsur pemindahan hak milik dari WNI kepada WNA
secara langsung. Transaksi antara
kreditur asing dengan debitur nasional dengan jaminan hak tanggungan adalah
suatu transaksi didunia bisnis. Tanah
yang merupakan aset dari debitur nasional dapat dijaminkan dengan hak
tanggungan kepada kreditur asing.
Namun
demikian, terdapat unsur yang mungkin dapat diperdebatkan yaitu adalah tentang
maksud dan tujuan dari pembiayaan pihak asing erhadap pihak indonesia yang
sebenarnya adalah upaya untuk menghindar dari larangan ketentuan UUPA pasal 26
ayat (2) (ada unsur pengalihan secara tidak langsung).Singkatnya dapat
dikategorikan sebagai suatu penyelundupan hukum dan kalau sampai masalah ini
menjadi sengketa di kemudian hari, kecil kemungkinan si WNA akan diberikan
perlindungan hukum.
Dalam
Pasal 1 PP No. 41/1996 ditentukan persyaratan yang wajib dipenuhi bagi
pemilikan rumah oleh orang asing, yaitu :
1. Menurut ketentuan
ayat (1) :
a)
Orang asing yang bersangkutan harus berkedudukan di Indonesia;
b)
Rumah yang dimiliki itu adalah untuk tempat tinggal atau hunian;
c)
Keberadaan rumah tersebut di atas tanah yang bersangkutan harus dilandasi hak
atas tanah tertentu, yang sebagaimana telah kita ketahui dapat berupa Hak Pakai
atau Hak Sewa untuk Bangunan.
2. Menurut Ketentuan ayat (2)
Kehadiran
orang asing yang bersangkutan di Indonesia harus memberikan manfaat bagi
pembangunan nasional. Dalam Penjelasan Umum dinyatakan
bahwa salah satu masalah “yang memerlukan kejelasan dalam kaitannya dengan
kemungkinan pemilikan rumah hunian oleh orang asing di Indonesia” adalah “yang
berkenaan dengan arahan bahwa orang asing tersebut harus berkedudukan di
Indonesia”. Dinyatakan selanjutnya
bahwa arahan tersebut “dewasa ini dan untuk masa-masa yang akan datang perlu
diperjelas dan dijabarkan lebih lanjut secara yang bijaksana”. Dalam penjelasan umum dinyatakan bahwa pengertian “berkedudukan” itu
“tidak perlu harus diartikan sama dengan tempat kediaman atau domisili”.
Permenag No. 7/1996 menyatakan
bahwa :
(1) Orang
asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional
dapat memiliki sebuah rumah tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak
atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak
Pakai atas tanah Negara.
(2) Orang
asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang asing yang memiliki dan
memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk
memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.
Surat Edaran Menteri Negara
Agraria/KaBPN tertanggal 8 Oktober 1996 Nomor 110-2871 hal.2 butir 2,
menjelaskan sebagai berikut :
ü Mengenai orang asing yang dapat mempunyai rumah di
Indonesia
Orang asing yang dapat memiliki
rumah di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi
manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu memiliki dan memelihara kepentingan
ekonomi di Indonesia dengan investasinya untuk memiliki rumah tempat tinggal
atau hunian di Indonesia.
ü Orang asing ini dari segi kehadirannya
Di
Indonesia dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a)
Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk
Indonesia), dan
b)
Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara
menetap melainkan hanya sewaktu-waktu
berada di Indonesia.
Perbedaan dalam 2 golongan tersebut
berhubung dengan dokumen yang harus ditunjukannya pada waktu melakukan
perbuatan hukum memperoleh rumah, sebagai berikut :
a)
Bagi orang asing penetap : Izin Tinggal Tetap.
b)
Bagi orang asing lainnya : Izin Kunjungan atau Izin Keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada
paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang asing yang
bersangkutan.
Rumah tempat tinggal atau tempat
hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing menurut Pasal 2 PP No. 41 Thn. 1996
adalah :
a.
Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:
1) Hak Pakai atas Tanah Negara.
2) Yang dikuasai berdasarkan perjanjian
dengan pemegang hak atas tanah
b.
Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah
Negara.
Penjelasan Pasal 39 huruf e PP No.
40/1996 : “Orang asing yang dianggap berkedudukan di Indonesia adalah orang
asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan
nasional”.Cara memperoleh rumah tersebut sbb :
a. Membeli hak pakai atas tanah
negara atau hak pakai atas tanah hak milik dari pemegang hak pakai ybs beserta
rumah yang ada di atasnya, atau membeli hak pakai atas tanah negara atau atas
tanah hak milik dan kemudian membangun rumah di atasnya
b. Orang asing dapat pula memperoleh hak
pakai atas tanah hak milik atau hak sewa untuk bangunan atau persetujuan
penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang hak milik
c. Dalam hal rumah hunian atau
tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk satuan rumah
susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli hak milik atas satuan
rumah susun yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara.
Pembatasan
pemilikan rumah/satuan rumah susun oleh orang asing :
a.
Rumah/satuan rumah susun harus dihuni sendiri
b.
Harus dihuni selama sekurang-kurangnya 30 hari kumulatif dalam satu tahun
kalender
c.
Rumah dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian
antara orang asing sebagai pemilik rumah dengan perusahaan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Ada batasan-batasan
bagi orang asing untuk dapat memiliki hunian tempat tinggal terutama hunian
rumah susun. Rumah
susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai
atas tanah Negara dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan
seperti yang diatur dalam pasal 17
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS). Hal kepemilikan
satuan rumah susun yang diatur dalam pasal 46 UURS, menyebutkan bahwa Hak
kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat
perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
Hal
ini menyebutkan bahwa satuan rumah susun dapat dimiliki oleh perseorangan atau
badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Maksud dari
hak atas tanah adalah hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), seperti hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan sebagainya. Hak atas
tanah yang dapat dimiliki oleh orang asing dan/atau badan hukum asing adalah
hak pakai.
Menurut
Pasal 41 ayat (1) UUPA, hak pakai adalah: Hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini
(UUPA). Jangka waktu Hak Pakai atas tanah negara adalah dua puluh lima (25)
tahun, dan dapat diperpanjang lagi dua puluh lima (25) tahun atau diberikan
jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
yang ditentukan dalam pasal tersebut di atas. Jangka waktu Hak Pakai diatur
dalam Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dasar hukum pengaturan
kepemilikan satuan rumah susun oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia
adalah Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Atau
Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
Dalam Pasal
1 PP No. 41 Tahun 1996 diatur bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia
yang dapat memiliki sebuah hunian adalah orang asing yang kehadirannya di
Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Orang asing dan/atau
badan hukum asing yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia hanya dapat
memiliki satuan rumah susun di Indonesia yang dibangun di atas hak pakai atas
tanah negara, seperti yang diatur dalam Pasal 2 butir (2) PP No. 41 Tahun 1996.
Orang asing dan/atau badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia dapat
memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan status hak pakai
atas tanah Negara dengan syarat dan jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan di atas. Selain persyaratan tersebut, terdapat satu
persyaratan lagi yang diatur oleh peraturan turunan PP No. 41/1996, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (“Peraturan MNA/BPN 7/1996”). Pasal 2 ayat (2) Peraturan MNA/BPN 7/1996
berbunyi: “Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang
dapat dibeli oleh orang asing dengan hak atas tanah adalah rumah atau satuan
rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat
sederhana.”
Kriteria
rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS) menurut Pasal 1 huruf d Keputusan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 15 Tahun 1997 antara lain:
a) harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih
dari pada Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah),
b) luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2,
di daerah perkotaan dan tidak lebih daripada 400
M2, untuk di luar daerah perkotaan.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa WNA dapat memiliki hak atas satuan
rumah susun (HMSRS) hanya apabila tanah tempat bangunan rumah susun itu
berdiri berstatus sebagai hak pakai atas tanah negara sebagaimana yang
diatur dalam PP 41/1996. Syarat lain yang juga perlu diperhatikan oleh WNA
sebelum memiliki HMSRS adalah bahwa kriteria satuan rumah susun yang dapat
dibeli WNA adalah tidak termasuk klasifikasi yang terdapat dalam Peraturan
MNA/BPN 7/1996 seperti yang telah duraikan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
o Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA).
o Undang-undang No 1 Tahun 2011 (UU Perumahan
dan Kawasan Permukiman).
o Undang-undang No. 20 Tahun 2011 (UU Rumah
Susun).
o Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
No. 7 Tahun 1999.
o Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas Tanah.
o Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996
tentang Pemilikan Rumah Tampat Tinggal atau Tempat Hunian Bagi Orang Asing yang
Berkedudukan di Indonesia.
Buku
o Kallo, Erwin, Panduan Hukum untuk pemilik / Penghuni
Rumah Susun (Kondominium, Apartemen dan Rusunami), Minerva Athena Pressindo,
Jakarta, Tahun 2009.
o Sumardjono, Maria S.W, Alternatif Kebijakan
Pengaturan Hak Atas Tanah beserta Bangunan Bagi WNA dan Badan Hukum Asing,
Kompas Media Nusantara, Jakarta, Tahun 2007.
0 件のコメント:
コメントを投稿