Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk
meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya
dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan.
Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas)
yang diterapkan syara’, yaitu:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan
transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya
memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1!)
Artinya : [5:1] Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu388. Dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh
tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak
mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29!)
Artinya : [4:29] Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu287; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan
ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst.
Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang
mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan
untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya,
dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka
tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah
(keridaan Allah SWT) akan terwujud.
B. Penerapan Transaksi Ekonomi dalam
Islam
Salah satu contoh penerapan
transaksi ekonomi dalam islam adalah dalam melakukan jual beli. Berikut
ulasannya.
Jual Beli
a. Pengertian, Dasar Hukum, dan
Hukum Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang
menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli
barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam
mempunyai dasar hukum dari Al-Qui’an dan Hadis. Ayat Al-Qur’an yang menerangkan
tentang jual beli antara lain Surah Al-Baqarah, 2: 198 dan 275 serta Surah
An-Nisa’ 4: 29. b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang
harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
• Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:
1) Berakal
2) Balig
3) Berhak menggunakan hartanya
• Sigat atau ucapan ijab dan kabul
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara
penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus
diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak
pembeli).
• Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2) Barang itu ada manfaatnya
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat
lain
4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya
5) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas
• Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar
barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak boleh
ditukar dengan barang haram. c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual
belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya ada cacat pada
barang. d. Macam-macam jual beli
1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun
dan syarat-syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah
satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan
sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).
Contoh :
a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b) Jual beli air mani hewan ternak.
c) Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).
d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
Karena sebab-sebab lain misalnya:
a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c) Merugikan kepentingan umum.
Contoh :
1. Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan
membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian
menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital.
3. Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.
4) Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi orang lain agar
mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang
tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
5) Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun
dengan melampaui harga pasaran.
2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum Islam
adalah:
a. Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang berutang (peminjam), syaratnya
sudah balig dan berakal sehat.
b. Barang (uang) yang diutangkan atau dipinajmakan adalah milik sah dari yang
meminjamkan